"Jadilah Orang yang Kuat"
"Mental Kuat Vs Mental Lemah"
Mengapa kita perlu memilih sikap mental kuat dan memilih menjadi pemenang? Kenyataan itu, kata orang bijak adalah keragaman yang menyatu dengan keseragaman, perbedaan yang menyatu dengan persamaan, dan punya dimensi yang tak sanggup dirangkul kekuasaan apapun. Tetapi, kenyataan adalah potensi yang cukup cair sehingga oleh Samuel Butler dikatakan: “Hidup ini seni”, life is an art. Namanya seni, berarti sebagian besar keindahan sebuah kreasi lebih banyak ditentukan oleh sikap mental untuk menyentuh, bukan tergantung pada bahan baku. Batu bisa hanya sekedar menjadi batu tetapi bisa pula menjadi patung yang bernilai.
Perbedaan pola sikap mental yang kita gunakan dalam melihat kenyataan, akan menciptakan perbedaan kesimpulan mental (hasil makna) yang kita pahami. Perbedaan kesimpulan akan membedakan keputusan, dan perbedaan keputusan akan membedakan (rencana) tindakan, perbedaan tindakan akan membedakan kebiasaan dan perbedaan kebiasaan akan membedakan karakter (prilaku menghadapi hidup) dan perbedaan di tingkat karakter akan membedakan perbedaan tanggapan (feedback) yang dikeluarkan oleh kehidupan kepada kita. Mungkin inilah sedikit urut-urutan dari kesimpulan yang sering kita dengar bahwa: “Dunia di dalam, akan menentukan dunia di luar.” Nasib adalah pilihan, buka hadiah dari peluang.” “Man behind the gun.” “Jika kau mengubah dirimu akan berubah nasibmu.” Dan sejumlah ungkapan lain yang kira-kira punya arah kesimpulan senada.
Jadi, segala sesuatu banyak tergantung pada orangnya. Kata-kata “tergantung orangnya” ini menunjuk sikap mental (mental attitude), strategi yang kita pilih untuk menyikap hidup, jalan hidup yang kita gunakan untuk mendapatkan keinginan, dan seterusnya. “Hidup ini adalah pemainan”, kata firman kitab suci. “Separoh dari permainan hidup ini dimenangkan oleh sikap mental”, kata Danny Ozark (Half this game is 90 % mental). “Kemenangan para juara di lapangan itu (sepertinya) adalah kebiasaan dan gaya hidup. Celakanya demikian pula kekalahan”, kata kesaksian Vince Lombardi yang sudah bertahun-tahun hidup bersama para atlit.(epsikologi)
"Mari Mengenal Sosok Remaja"
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memhami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut.
1. Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
2. Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
3. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja.
Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja adalah masalah "Siapakah Saya?" Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena pada masa ini kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan orangtuanya dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang normal karena remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu berubah dan ingin selalu mencoba – baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan. Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari idola seorang dokter yang sukses dan berusaha menyerupainya dalam tingkahlaku. Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai, remaja akan dengan cepat mengganti peran lain yang dirasakannya “akan lebih sesuai”. Begitu seterusnya sampai ia menemukan peran yang ia rasakan “sangat pas” dengan dirinya. Proses “mencoba peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga sangat normal. Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh.
Banyak orangtua khawatir jika “percobaan peran” ini menjadi berbahaya. Kekhawatiran itu memang memiliki dasar yang kuat. Dalam proses “percobaan peran” biasanya orangtua tidak dilibatkan, kebanyakan karena remaja takut jika orangtua mereka tidak menyetujui, tidak menyenangi, atau malah menjadi sangat kuatir. Sebaliknya, orangtua menjadi kehilangan pegangan karena mereka tiba-tiba tidak lagi memiliki kontrol terhadap anak remaja mereka. Pada saat inilah, kehilangan komunikasi antara remaja dan orangtuanya mulai terlihat. Orangtua dan remaja mulai berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda sehingga salah paham sangat mungkin terjadi.
Salah satu upaya lain para remaja untuk mengetahui diri mereka sendiri adalah melalui test-test psikologis, atau yang di kenal sebagai tes minat dan bakat. Test ini menyangkut tes kepribadian, tes intelegensi, dan tes minat. Psikolog umumnya dilatih untuk menggunakan alat tes itu. Alat tes yang saat ini umum diberikan oleh psikolog di Indonesia adalah WISC, TAT, MMPI, Stanford-Binet, MBTI, dan lain-lain. Alat-alat tes juga beredar luas dan dapat ditemukan di toko buku atau melalui internet; misalnya tes kepribadian.
Walau terlihat sederhana, dampak dari hasil test tersebut akan sangat luas. Alat test psikologi dapat diibaratkan sebuah pisau lipat yang terlihat sekilas tidak berbahaya; namun di tangan orang yang “bukan ahlinya” atau yang kurang bertanggung-jawab, alat ini akan menjadi sangat berbahaya. Alat test jika diinterpretasikan secara salah atau tidak secara menyeluruh oleh orang yang tidak berpengalaman atau tidak memiliki dasar ilmu yang cukup untuk mengartikan secara obyektif akan membuat kebingungan dan malah membawa efek negatif. Akibatnya, para remaja akan merasa lebih bingung dan lebih tidak merasa yakin akan hasil tes tersebut. Oleh karena itu sangatlah dianjurkan untuk mencari psikolog yang memang sudah terbiasa memberikan test psikologi dan memiliki Surat Rekomendasi Ijin Praktek (SRIP), sehingga dapat menjamin obyektivitas test tersebut.
Satu hal yang perlu diingat adalah hasil test psikologi untuk remaja sebaiknya tidak ditelah mentah-mentah atau dijadikan patokan yang baku mengingta bahwa masa remaja meruipakan masa yang snagat erat dengan perubahan. Alat test ini tidak semestinya dijadikan buku primbon atau acuan kaku dalam penentuan langkah untuk masa depan, misalnya dalam mencari sekolah atau mencari karir yang cocok. Seringkali, seiring dengan perkembangan remaja dan perubahan lingkungan sekitarnya, konklusi yang diterima dari hasil test bisa berubah dan menjadi tidak relevan lagi. Hal ini wajar mengingat bahwa minat seorang remaja sangat labil dan mudah berubah.
Sehubungan dengan explorasi diri melalui internet atau media massa yang lain, remaja hendaknya berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil-hasil yang di dapat dari test-test psikologi online melalui internet. Harap diingat bahwa banyak diantara test tersebut masih sebatas ujicoba dan belum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu dibutuhkan kejujuran untuk mampu menerima diri apa adanya sehingga remaja tidak mengembangkan identitas "virtual" yang berbeda dengan diri yang asli. (e psikologi).
PEMBERITAHUAN
“MENERIMA KEGAGALAN”
P |
ada tahun 1931, seorang warga Amerika masuk dalam dunia bisnis. Tahun 1832, bisnisnya gagal, sehingga dia masuk kedunia politik. Di dunia politik, ia tak juga mendapatkan keberhasilan. Pada 1834, dia kembali lagi ke duania bisnis dan gagal lagi.
Tahun 1841, dia terkena penyakit syaraf. Begitu sembuh dia masuk lagi ke dunia politik. Dengan harapan partainya akan memilihnya sebagai calon angota kongres. Namun harapannya sirna, ketika namanya tidak muncul dalam daftar para calon. Kesempatan pertama masuk senat adalah tahun 1855, tetapi dia kalah dalam pemilihan. Tahun 1858 sekali lagi dia ikut dalam pemilihan kongres, dan kali ini juga gagal.
Nama orang yang berkali-kali ini adalah Abraham Lincoln (1809-1865). Betapa besar pengabdiannya kepada Negara sehinggga sekarang ia dikenal sebagai arsitek Amerika modern.
Bagaimanakah Abraham Lincoln itu merencanakan untuk mendapatkan reputasi besar dalam politik Amerika dan sejarah nasional?. Bagaimanakah cara dia meraih posisi tinggi itu? Menurut Dr. Norman Vincent peel, rahasia di balik keberhasilan Abraham adalah “dia tahu bagaimana menerima kegagalan”.
Rahasia besar kehidupan adalah realistis. Tak ada bentuk sikap ralistis yang lebih besar daripada menerima kekalahan. Yaitu mengakui kenyataan bahwa ada orang yang di depan mereka, dan ada pula yang dibelakang. Dengan kata lain, mengetahui di posisi manakah kita hidup sekarang ini. Ketika orang menerima kegagalan, dia segera berada di posisi start kehidupan yang baru. Seperti halnya sesuatu perjalanan, dia hanya bisa dimulai dari posisi di mana orang kita berada sekarang ini. Bukan dari titik yang belum dicapai.
“RAHASIA SUKSES”
D |
elapan puluh persen informasi diterima oleh manusia dan dunia luar melaului enugrah mata selama mata itu terbuka. Ada berlimpah oksigen di udara, yang hanya berguna jika dipakai dengan baik, yaitu dengan cara dihisap dalam-dalam. Sesungguhnya jika kita hendak mengambil manfaat dari lingkungan, kita tidak cukup sekedar menggantungkan fungsi biologi kita yang spontan. Artinya, kita harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengungkap kesempatan yang diberikan ALLAH kepada kita. Kita tak dapat berharap, dunia – dengan sendirinya – akan meletakkan anugrahnya di kaki kita.
Pemikiran demikian merupakan hal terpenting dalam dunia dakwah. Penyebaran pesan Isalam bukan merupakan sesuatu yang akan terjadi dengan otomatis, namun hal itu tergantung pada usaha kita selama kesempatan masih ada. Pada zamana modern, kesempatan terbesar yang telah ada dengan sendirinya merupakan kebebasan menyebarkan kepercayaan di seluruh dunia (Hanya dibeberapa negeri komnitas saja adanya kekangan terhadap aktivitas keagamaan). Namun, kebebasan ini harus diikuti dengan perjanjian tidak tertulis, yaitu ajakan kepada suatu kepercayaan dengan jalan damai dan ramah, tidak boeh dengan paksaan. Satu alasan untuk hal ini adalah selama orang tidak menggunakan paksaan, tak akan ada pertentangan serius terhadap suatu aktivitas. Mungkin sebuah alasan yang lebih penting perlu dikemukakan, bahwa setiap orang sebaiknya menikmati kebebasan kepercayaan yang sama; pemaksaan kepercayaan terhadap orang lain sama halnya dengan melampui kebebasan itu, bahkan merusaknya.
Kegagalan kita untuk menghargai kebebasan sama artinya dengan kesalahan kita dalam menggunakan kesempatan yang ada pada diri kita; aktivitas dakwah yang dilakukan dengan cara pemaksanaan pada akhirnya akan terbukti kontra produktif. Ketahuilah, setelah penyalahgunaan hak orang lain, ada yang dapat menghalangi hukuman ALLAH kepada kita. Sesungguhnya ALLAH telah memberikan kesempatan yang istimewa kepada kita untuk mengajak orang lain (dalam hal kebaikan – ed.) dengan pahala yang berlipat-lipat. Itu adalah kesempatan untuk digunakan, buka disia-siakan.
Membuang kesempatan menuju kehancuran. Itulah aturan alam. Dan itulah kehendak ALLAH (QS An-Nas 114 : 10-11).
Pada pertandingan olimpiade yang diselenggarakan di Los Engeles pada bulan Juli-Agustus 1984, sekitar 52 atlet India ikut serta. Ketika pertandingan usai dan mereka kembali ke New Delhi pada 16 Agustus 1984, mereka menerima sambutan yang pedas karena gagal untuk memperoleh satu medali pun, baik emas, perak, maupun perunggu.
Apa sebab kegagalan ini ? menurut laporan yang dipublikasikan oleh Time of India (17 Agustus 1984), “Latihan yang ilmiah dan sistematik meruapakn sebab utama kurangnya penampilan India. Kita lakukan yang terbaik, tetapi sayangnya, tak cukup bagus. Latihan dimulai hanya bulan sebelumnya.”
Apa yang telah dibahas tentang pertandingan Olimpiade berlaku pula dalam perjalanan hidup kita.
Dalam dunia kompetisi, kita perlu memasukinya dengan penuh persiapan. Jika Anda memasukinya tanpa persiapan yang cukup, tak ada yang lain kecuali kegagalan yang sedang menunggu Anda.
Persiapan Anda sebaiknya memnuhi syarat : terorganisir dan konsisten sesuai dengan standar waktu. Jika tidak terpenuhi, anda akan gagal untuk membuat nilai.
“POTENSI KITA ADALAH KEKAYAAN KITA”
P |
ara Ahli Psikologi telah menghitung bahwa manusia hanya menggunakan sepuluh persen dari kemampuan yang ia bawa sejak lahir, Professor William James dari Universitas Harvard secara tepat telah meneliti, “Apa yang seharusnya kita menjadi, ternyata kita tidak menjadi.” Meskipun kualitas alami telah dianugrahkan Allah kepada kita. Kesuksesan yang seharusnya milik kita di dunia ini tetap saja menjauhi kita karena “alasan sederhana” yang sebenarnya telah kita setujui tanpa berfikir sama sekali – hanya karena untuk mengatur kehidupan-kehidupan kita yang sepele. Kemudian, ( karena) tidak puas, kita menyalahkan orang laing lantaran ia tidak memberikan hak kita sendiri. Padahal tidak demikian seharusnya. Sepatutnya kita intropeksi bila kita menghadapi kekurangan-kekurangan dalam hidup ini.
Selalu memandang orang lain dengan iri dan rasa dendam tidak akan menuntun kita kemana-mana. Bahkan malah dapat menjerumuskan kita pada musuh terburuk kita sendiri. Kenyataan seharusnya dihadapi secara jujur dan adil. Dimana hal itu akan terjadi bilamana kita menggali potensi kita sendiri secara penuh sehingga kita akan menemui kesuksesan. Keputusan selain menggali potensi diri sendiri Cuma akan menuntun kepada kegagalan. NAMUN, itu semua hal yang mendasar adalah, pertama-tama, kita harus menetapkan apakah usaha-usaha kita sudha mengarah pada tujuan yang semestinya. Tanpa arah yang tepat, potensi kita akan sia-sia belaka.
Pada masa purba dan bahkan sampai abad pertangahan, emas menjadi sangat berharga. Satu diantara perenungan para ilmuan yang ada pada masa-masa itu adalah mengubah logam dasar menjadi emas. Mereka memimpikan bisa kaya mendadak dengan jalan mengubah logam menjadi emas. Sungguh, memimpikan kekayaan mendadak mendorong manusia pada abad tersebut melakukan usaha-usaha yang melebihi kemampuannya. Mereka lalai akibat dari usaha di luar kemampuan itu hanya menjadikan mereka harus memanfaatkan semua waktu, harta dan energy secara sia-sia. Dan hal itu merupakan awal bagi kematianyang selalu mengajar mereka sebelum mereka memperoleh apa-apa.
Hal seperti itu tampaknya tak pernah menjadi pada mereka yang mengetahui potensi dengan baik. Dengan potensi yang kita miliki, logam-logam itu mempunyai manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan apa yang pernah terbayangkan orang. Logam itu benar-benar bisa disulap menjadi emas dengan cara yang lain. Sebagai contoh, besi dapat diubah bukan menjadi emas (dalam arti sesungguhnya), tetapi menjadi mesin. Besi juga dapat digunakan sebagai bahan bangunan segala tempat yang sangat kuat.
Di dunia sekarang ini, dengan mempelajari rahasia alam dan mengarahkan energy potensi dengan baik untuk membangun teknologi, Negara-negara Barat telah berhasil dalam memiliki kekayaan yang jauh lebih besar ketimbang perak dan emas.